Sabtu, 17 September 2016

A Chance



Ramadhan in Gresik 2016 Year,

Hari ini telah genap usia hubungan kita, 6 tahun lamanya. Dan sampai saat ini akupun masih bimbang dengan hubungan ini, aku yang sulit sekali untuk menanamkan cinta di hati, aku yang terlalu banyak menimbang tanpa adanya kejelasan dan keputusan, seakan hubungan ini hanya berkelebatan dia awan tanpa adanya dermaga cinta suci didalamnya.

Aku yang masih bingung dengan perasaanku sendiri, hati ini masih ragu-ragu, adakah cinta selain dia di hati ini? Sehingga sulit bagiku menerima ia apa adanya di hati? Yaa robb… dosa apa yang telah aku perbuat, sehingga engkau hokum aku dengan sulitnya jatuh cinta pada hati ini??? Terkadang cinta datang hanya sekelebat, bagai ilusi semata. mungkin hanya kata para pujangga bahwa cinta itu penuh misteri, cinta itu gejolak hati, tulus tanpa ternodai… begitu bodohnya aku telah mengabaikan segala tentang itu, segala tentang ilustrasi cinta dan esensinya…

Herannya aku, dengan segala perasaan yang kau miliki, seakan hati itu tak pernah mail dengan segala kepastian yang terombang ambing 6 tahun lamanya, maafkan diri ini yang telah menyia-nyiakan perahatian dan segala perasaan hati yang engkau tanam dan kini entah masih ada ataukah sudah pergi. Begitu banyak sosok baik datang dengan jutaan hati yang tak pernah ku kenal sebelumnya, seakan mereka datang hanya sekedar dimensi, wacana baru dalam hidup… 

kini aku sadar bahwa menafikan kau dari hidup ini bukanlah hal mudah, seperti menafikan masa lalu dari pikiran. Saat seluruh elemen tau bahwa kita pernah punya cerita, dan cerita itu mungkin hanya sebatas hubungan yang selayaknya, bukan hal yang luar biasa, dan juga bukan hal yang istimewa. Kita memang memasang komitmen, bukan menafikan takdir tuhan, tapi kita hanya berusaha menyatukan takdir yang ada, dan semoga semua tak luput dari ridhonya…

Ada banyak cerita, tentang aku yang selalu berusaha mencari dermaga hati… mungkinkah hati ini masih bisa menerima hati yang lain? Satu sosok, yang kata banyak orang ia orang yang simple dan elegan, hingga aku sendiri bingung untuk menemukan kekurangannya, tapi pada akhirnya aku sendiri yang memutuskan “ biarlah waktu yang menjawab”… karena kita, butuh proses untuk itu semua.

Sosok lain, habib memberikan wacana, ku mengenalnya tapi hanya sekedar wajah, kata banyak orang ia sosok baik yang juga diharapkan banyak agagus untuk dijadikan menantu. Aku mencoba mendekat dalam diam, tapi yang kudapati hanyalah keraguan dan satu hal tentang keberatanku dengan adat daerahnya… sebenarnya adat ketimuran tak membedakan ras dan daerah, tapi sepertinya aku belum bisa menerima, Karena alasan hati yang takut akan sulitnya jatuh cinta akhirnya.
 
Robb… siapakah pangeran dalam dermaga hatiku????

2 orang dosen, ekonomi dan filsafat yang ingin menanyakan kepastian, adakah celah di hatiku untuk mereka? Dan semua hanya berujung sia-sia… tak ada rasa, dan orang tuapun akhirnya memutuskan tidak. 

Kini yang bisa disadari, menjadi dewasa itu memang tidak mudah, butuh kebijaksanaan, butuh pilihan, dan butuh kepastian.. 

Sekilas tentang ceritaku menemukan dermaga cinta, saat ini hanya tinggal puing kenangan tentang semua itu, hubungan kita…. Akankah hanya tinggal nama UMBREELLA, dulu kau begitu bangga dengan nama itu, dengan begitu banyak cerita yang kita kumpulkan untuk tetap bertahan atas nama cinta, hingga nama itu pernah ku jadikan password seluruh akun sosmedku… 

dulu kau sering mengajariku, akan arti pentingnya kepercayaan dalam sebuah hubungan… akan pentingnya rasa sayang dalam sebuah relasi, dan bagaimana kita bisa menjadi diri kita sendiri…bukan kita saling egois, tapi kita harus saling protektif, saling menjaga dan melindungi segala hubungan ini atas hal-hal yang tidak kita inginkan di kemudian hari.

Tapi, sampai saat ini…. Maafkanlah!

Terima kasih, kau ajariku banyak tentang bagaimana menjaga muru’ah dan harga diri, kau juga ajariku banyak tentang kedewasaan dalam sebuah hubungan, terima kasih kau telah menjadikanku wanita yang seutuhnya… tanpa dosa dan noda, dan satu hal kini yang menjadi harapan diri, semoga pada akhirnya…. Hubungan ini tak ada sia-sia, tak ada nonsen didalamnya, dan semoga tetap mengabadi dengan segala ridhoNya…

OUR COMMUNITY ISN’T JUST A RELATION, BUT IT’S A CHANCE TO BE FUTURE J

Balong kepuh Three years ago, 

Saat usiaku genap 17 tahun, saat itu aku merasakan bagaimana sebuah tanggung jawab itu besar sekali maknanya, bahwa amanah itu adalah yang pertama dan utama… saat itu hubungan kita masih genap 3 tahun lamanya, berjuta duri sudah kita lewati… bahkan berita yang tersebar lebih cepat dibanding Koran jawa pos sudah hampir segudang, hingga aku merasa capek untuk menutup telingaku. padahal dasarnya kita hanyalah sebatas kakak beradik yang memang kita tak mengharapkan hubungan lebih. Karena awalnya aku yang bersikeras menolak hubungan dengan laki-laki, makanya itu aku bilang aku gak mau pacaran. Memang status kita bukan pacar, dan kenyataanya gak ada yang istimewa dalam hubungan ini. 

Kata banyak orang kisah cinta itu penuh kenangan, tapi aku… 

Di tahun pertama, kisah ini hanya berawal biasa-biasa saja, dan berjalan juga biasa saja… gak ada yang istimewa, tak sengaja mau daftarin adiknya di benjeng, Tanya ke aku tentang inform pondok… kebetulan rumah kita gak jauh lokasinya, tapi kita sering chat via fb or telfon saja saat liburan pondok… tak heran ternyata ibu kita memang teman akrab, kata beberapa sohibku sih pernah dengar kalau orang tua kita saling MENJODOHKAN, hal yang paling aku benci ketika ku dengar kata itu, kita itu berhak bahagia dengan cara kita sendiri, kita bukan penganut fanatisme, di era se-modern ini masih adakah kisah Siti nurbaya terulang????

Tahun kedua, terlalu banyak kenangan… 

Dia yang masih eksis Tanya kabarku di pondok lewat beberapa temanku anak kampong, kita memang tak pernah bertemu.. setahun terhitung satu kali saja, saat lebaran tiba. Saat itu bapakku baru pulang dari Sulawesi, beliau mengajakku pulang kerumah sebentar untuk rehat. Saat dirumah, kebetulan dia juga pulang dari pondok… ada titipan dari temennya buat temenku, akhirnya kita memutuskan untuk ketemu. Di depan gedung sekolah dibelakang rumahku gak jauh dari jalan raya, ia hanya menyerahkan sebungkus plastik yang aku juga gak tau isinya apa. Kita gak bicara banyak, hanya saling memandang dan saling berucap terima kasih. Akhirnya.. hari itu juga aku kembali ke pondok.

Sekembalianku di pondok, aku menyerahkan titipan itu pada temanku… belum se-jam sudah tersebar gossip bahwa aku menerima barang dari anak laki-laki, berupa 3 buah novel tebal… berjudul surat kecil untuk tuhan, romantism, dan satu novel putih, yang aku sedikit lupa judulnya. Padahal itu adalah titipan buat temanku tadi.

Saat itu juga, aku dihadapkan pada 2 guru besar pondok, aku ditanya dan diminta untuk jujur. Apakah aku pernah menerima barang dari anak laki2? Aku jawab aku tidak pernah, karena nyatanya aku tidak pernah. Apakah aku pernah chat atau telfon anak laki2? Aku jawab pernah, tapi itu tidak pada posisi di pondok… 

2 guru itu serentak tidak menerima alasan apapun dariku, seakan ada orang ketiga yang sudah menguasai pikirannya. Lantas, beliau bertanya perihal kepulanganku… bertemu siapa sajakah aku saat itu??? Awalnya aku yang tidak tau maksud keduanya, akhirnya terpaksa aku jelaskan masalah novel titipan itu, dan itu murni titipan bukan untuk aku. Anehnya, beliau berdua sedikitpun tidak percaya tentang kejujuranku… sampai aku tak kuasa untuk berkata-kata, akhirnya aku terpaksa harus menumpahkan air mata di depan keduanya. 

Tak ada rasa iba, kalau aku berani mengingat saat-saat itu, saat kepedihanku begitu memuncak… mereka memberikan aku hukuman yang sebenarnya sangat tidak rasio dengan apa yang sama sekali tak pernah aku perbuat. Hukuman potong rambut itu menjadi petaka buatku, Sabtu malam.

DIMANAKAH KEBIJAKAN ITU BERADA????

Dosa apakah aku hingga beliau-beliau itu tidak mempercayaiku? Apakah selama ini aku pernah membohongi mereka? Tak tahukah mereka tentang watakku, padahal mereka hidup sebegitu lamanya bersamaku? Aku tak akan berani berbohong pada siapapun, terlebih pada guruku.. sang murobbi ruh, seorang yang begitu berarti dalam hidup ini…. Tapi untuk saat itu, seakan bukan guru bijak yang pernah aku kenal. Astaghfirullah.

Seluruh warga pondok seakan tak percaya tentang berita besar itu, aku yang mereka kenal sebagai orang baik-baik, mereka sedikitpun tak menyangka, aku melakukan kesalahan yang sebegitu besarnya… tahun yang sangat memilukan. Berjuta kenangan yang menjadikan kita sebuah pelajaran berharga, untuk hidup kita memang punya pilihan. Dan untuk mempertahankan hidup, kita juga harus mempertahankan pilihan itu….

Setahun berjalan, tiba tahun ketiga saat itu…

Kebenaran kini terungkap, saat seorang putri pondok boyong alasan tak kerasan dengan lingkungan… pindah ke suci, terpaksa diboyongkan karena selalu buat onar. Di chat 2 guru besar putri tadi minta maaf, jika ia banyak salah semasa di benjeng… termasuk ia sudah menfitnahku tentang masalah laki-laki, hingga ku dihukum begitu kejam, dari situ nama baik kini terangkat kembali… Alhamdulillah ala kulli haal J

Kakak yang mendengar perihal masalah itu, ia sangat tidak terima dengan semua itu, hingga ia dengan berani mendatangi rumah 2 guru besar itu… tapi aku mencegahnya, sudahlah ini memang sudah terlanjur, toh dalangnya udah ketemu. Tetap ia bersikeras untuk menuntut ganti rugi dengan semua ini.

Peraturan bukanlah barang yang bisa di perjualbelikan, bukanlah hal yang bisa ditawar… biarlah semua menjadi saksi nyata, bahwa kebenaran dan kejujuran itu tak akan pernah kalah, ia akan selalu berada didepan. ketika Allah sudah menggariskan takdir seseorang itu tak akan pernah sedikitpun melenceng, dan akhirnya kakak pun luluh dengan kata-kata itu.

2 guru besar itu berpesan : bahwa mereka tidak pernah sedikitpun menyalahkan seorang yang jatuh cinta, selama mereka tidak melanggar syariat agamanya…

Tentang hubungan itu, entahlah!

Saat pkl tiba, kita masih sering chating via telvon… dia banyak cerita tentang survey lokasi kkn.nya, di daerah Panceng kalau gak salah. aku yang merasa sepi dengan hari-hariku… mulai bosan dengan sekeliling, akhirnya aku putuskan untuk sering hubungi dia, padahal diharinya tak pernah ada hp, rokok atau sebangsanya… yang teman lainnya gemari. Heemmm, ia bilang khawatir dengan posisiku, ia yang takut kejadian mantannya yang nikah dengan orang desa PKLnya karena hanya ingin harta. Aku yang hanya diam menyikapi ke khawatirannya. 

Tahun ke-empat tiba, kini aku sudah menjadi mahasiswa….

Mendengar kabar aku yang kuliah di INKAFA, dia hanya bisa bersorak… gak nyangka yaah kita se-kampus, aku mahasiswa baru, dia mahasiswa semester akhir… udah mulai ribet sama skripsinya, saat liburan tiba… yang dipegang hanya google translate, hehehe. Saat itu dia hanya pesen, kuliah seng temen… nanti kalau ke kampus jangan lupa mampir ke madding kiamat, aku punya surprise buat pean. 

Dan surprise itu….

Ucapan selamat datang dari kakak buat adek, dan… huft puitis banget, gak nyangka.
Tapi tetap, hal-hal indah yang aku tulis hanyalah sebatas aku menghargai dia, menghargai kebaikan hatinya, menghargai kesabarannya, menghargai kasih sayangnya yang bahkan berjuta orang ingin mendapatkan… tapi saat aku punya dan utuh, justru aku yang menyia-nyiakannya, terlalu naïf sayang….

Di tahun yang ke-lima…

Cinta berubah menjadi kedewasaan, gak nyangka dia udah jadi sarjana dan IPKnya pun terhitung coumload 3,67 waktu itu, dia minta hadiah kedatanganku di hari wisudanya, tapi sayang beribu sayang…. Aku ada udzur yang gak bisa digantikan.

Setelah dia lulus, beberapa planning ia sodorkan ke aku, mulai dia pengen pulang kemudian berencana masuk ke MTs di desa, terus dia pengen ke kwagean Kediri buat mondok lagi, tawaran ngajar di SMP Al-Qon GKB tempat PPLnya, ke Malang buat mondok di pondoknya aby n planning buat S2…. Akhirnya aku memutuskan untuk yang terakhir, pasalnya di Malang masih ada ikatan keluarga jadi lebih mudah untuk masuknya, terus disitu juga termasuk pondok penyiaran dan dakwah, jadi lebih mudah untuk mengakses dakwah lebih luas lagi… 

Di tahun ini, dia baik-baik di Malang…

Alhamdulillah Robb, setelah melalui beberapa tes masuk buat jadi ustadz, akhirnya ia keterima buat jadi ustadz dan ngembangin 2 bahasa disana…. Senengnya aku, ditambah seabrek foto2nya bareng Aby Ihya’…. Selamat yaa kak, atas kesuksesannya J

Kapan planning buat nikah??? 

Dia selalu Tanya perihal itu, aku yang selalu diam dan gak bisa jawab kalau ditanya masalah itu… entahlah! Seperti dia yang begitu siap dengan hal-hal seperti itu…

Mungkin aku yang belum bisa menyikapinya dengan kedewasaan, mungkin aku yang terlalu enggan berpikir kesana, aku yang masih ingin tenang dengan hati…. Padahal kalau dirasa, hal itu hanya sekejap mata.

Robbanaa dholamnaa anfusanaa…

Cinta itu semu,
Jika kita tidak berjodoh dengan orang yang sering kita sebut namanya dalam doa kita,
Mungkin kita akan berjodoh dengan orang yang sering menyebut nama kita dalam doanya…
Dunia itu pasti fana, cinta itu terkadang semu, tapi doa itu sempurnaa…

Wa lam akun bidu’aika Robbi syaqiyyaa…

Seutas cerita perjalanan hidup, tentang arti cinta dan kasih sayang, perhatian dan pelajaran, kenangan yang takkan pernah terlupakan…
Terima kasih hidup…
Terima kasih untuk yang menciptakan hidup, Allahu Robbul Izzah….
Alhamdulillahirobbil alamiin….

Rabu, 27 April 2016

PENDIDIKAN SEKOLAH KITA ANTI REALITAS

Pendidikan Sekolah Kita Antirealitas

        JIKA realitas kehidupan masyarakat dicerdasi, akan tampak dunia pendidikan sekolah kita sebenarnya kurang diorientasikan untuk mencerap realitas kehidupan secara kreatif dan visioner. Realitas kehidupan ekonomi kita yang sebagian besar ada di pedesaan dan bekerja di ladang pertanian dan perkebunan, ternyata kurang tergarap baik oleh ilmu pertanian dan perkebunan yang diajarkan di sekolah-sekolah umum kita, sejak dari SD hingga perguruan tinggi, baik dalam proses pembelajaran maupun kegiatan riset. Terbukti kita tidak mampu mengembangkan budidaya pertanian dan perkebunan, akibatnya tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri. Ironinya, terhadap produk-produk pertanian itu, kita masih mengimpor dan tergantung luar negeri, seperti beras, gula, buah-buahan, dan kedelai.               
        Demikian pula usaha kecil menengah (UKM) yang besar jumlahnya dan banyak menyerap tenaga kerja, serta mempunyai andil besar mempertahankan ekonomi nasional dalam menghadapi krisis, ternyata kurang tergarap secara signifikan oleh ilmu ekonomi yang dikembangkan sekolah-sekolah umum kita, dari SD hingga perguruan tinggi. Ironinya, pendidikan ekonomi di sekolah umum, sejak SD hingga perguruan tinggi, tidak banyak dikembangkan untuk pembinaan kualitas sumber daya manusia entrepreneur, dengan mengaitkan ilmu ekonomi di sekolah-sekolah umum sesuai kebutuhan nyata UKM, sehingga dapat mendukung lahirnya kelas menengah yang kuat, yang muncul dari pelaku UKM yang berpendidikan. Dalam kaitan dengan pendidikan sekolah agama, kita dapat melihat hal yang sama di mana pendidikan agama diajarkan antirealitas. Realitas plural dalam kehidupan agama, baik secara internal dalam kehidupan agama itu sendiri maupun secara eksternal dalam kaitannya dengan agama-agama lain, kurang mendapat perhatian memadai dalam pengajaran dan pendidikan ilmu-ilmu agama, yang diselenggarakan dunia pendidikan sekolah agama kita, baik di SD hingga perguruan tinggi. 
      Pendidikan agama masih diajarkan sebagai bagian dari usaha seseorang untuk memonopoli Tuhan dan Kebenaran, dan dengan sendirinya menghakimi orang lain yang berbeda agama dengannya. Padahal, kita menyadari, Tuhan dan Kebenaran sesungguhnya tidak pernah dapat dimonopoli seseorang atau sekelompok orang, meski mereka ustaz, kiai, atau pendekar sekalipun. Akibatnya, realitas plural kehidupan agama kurang berfungsi sebagai tali pengikat persatuan bangsa. Pluralitas seharusnya bisa untuk menumbuhkan kearifan dan sikap rendah hati untuk saling menghormati, mau belajar memahami sesama pemeluk agama, serta membangun kerja sama konstruktif untuk memajukan peradaban bangsa. Pluralitas agama menjadi sumber konflik yang tak habis-habisnya, sehingga meresahkan dan memperlemah persaudaraan agama, baik dalam agamanya sendiri maupun dalam hubungannya dengan agama-agama lain. Persaudaraan ternyata amat mudah retak oleh adanya konflik politik dan kepentingan kekuasaan, dan sering mengambil bentuk kekerasan, seperti terjadi di beberapa kota, Poso, Ambon, dan banyak lagi. 
       Mengubah konsep ilmu Pada hakikatnya, ilmu merupakan obyektivikasi intelek terhadap realitas yang ditangkap dalam suatu momen kehidupan tertentu, baik ruang maupun waktu, yang diabstraksikan melalui logika dan diformulasikan menjadi rumusan dalil atau teori. Pada tahap ini harus dipahami, realitas yang ditangkap intelek itu berubah terus, dinamis dan bersifat terbatas, baik dari sudut waktu, ruang, maupun bidangnya. Suatu teori bersifat sementara, sebab realitas yang dicerapnya selalu dalam keadaan berubah, sehingga validitasnya bersifat sementara pula. Karena itu, yang lebih diperlukan bukan menghapal teori-teori, tetapi pemahaman yang tepat terhadap realitas itu sendiri, agar tidak terjadi kecenderungan menghapal teori-teori tentang realitas, sementara realitasnya sendiri sudah berubah, sehingga tidak memadai untuk mengatasi realitas yang ada.
        Pada umumnya kita masih melihat kenyataan bahwa dunia pendidikan sekolah kita masih mengajarkan teori-teori belaka, tanpa memberi kesempatan kreatif untuk bergumul dan memahami realitas secara intensif. Celakanya, ketika teori itu diajarkan ternyata sudah tertinggal, karena realitasnya telah berubah. Akibatnya, ketika mereka menyelesaikan pendidikannya, mereka sama sekali tidak mengenali realitas yang ada di sekitarnya. Dalam keadaan demikian, respons mereka terhadap realitas pasti menjadi kosong, karena hakikat realitas itu tak pernah masuk dalam alam sadar pikirannya. Tidak heran bila kita melihat seseorang yang telah menyelesaikan studinya, maka habislah ilmu yang dihapalkan, sebab ilmunya tidak terkait sama sekali dengan realitas yang dihadapinya. Mereka hanya mendapatkan secarik kertas berupa ijazah atau sertifikat tanda tamat tanpa penguasaan terhadap ilmunya itu sendiri.
         Pendidikan kita sebenarnya kurang memberi ilmu sebagai suatu proses, tetapi hanya ilmu sebagai produk, dengan memindahkan teori-teori para ilmuwan ke pikiran anak didik untuk dihafalkan. Masalah, bagaimana ilmuwan itu melahirkan teori-teorinya, tidak pernah dapat dimengerti secara benar. Kegalauan intelektual yang mendorong seorang ilmuwan melakukan pergumulan dengan realitas melalui berbagai pendekatan, metodologi, dan pengujian untuk dapat mengungkapkan fakta dan kebenaran di balik suatu realitas, tidak pernah menggugah kesadaran pikiran anak didik. Hal yang sama terjadi dalam pendidikan sekolah keagamaan, dengan lebih menguatnya penekanan pada formalisme agama, normatif, dan tekstual yang terlepas dari konteksnya. Agama seakan menjadi ajaran langit, datang dari langit dan lantas melangit, tidak ada kaitannya sama sekali dengan realitas bumi di mana seseorang hidup membumi. Akibatnya, agama tidak membumi dan antirealitas yang ada di Bumi. Realitas kemiskinan dipandangnya sebagai suratan nasib yang harus diterima dengan sabar, karena tidak terkait sama sekali dengan realitas ketimpangan struktural dalam kehidupan ekonomi dan politik suatu masyarakat. Agama telah memabukkan kesadaran manusia terhadap realitas sosial yang ada, dan pesan agama tidak dapat membumi dan dibumikan, apalagi untuk menjadi rahmat bagi semua kehidupan yang ada di muka Bumi ini. 
         Mengubah paradigma pendidikan Pendidikan sekolah kita seharusnya dikembalikan kepada realitas dinamika masyarakatnya, bukan menjadi menara gading yang tercabut dari akar kehidupan masyarakatnya sendiri. Pendidikan sekolah bukan untuk mengajarkan mimpi dan antirealitas, tetapi menjadi bagian yang sah dari realitas hidup masyarakatnya sendiri untuk mencari jawab atas proses dialektik yang terus bergolak dalam kehidupan masyarakatnya. Kecenderungan pendidikan yang antirealitas, mendorong menguatnya feodalisme baru yang memuja gelar akademik hanya untuk menaikkan status dan gengsi sosial, sehingga jual beli gelar akademik menjadi laris di mana-mana. Orang pun merasa tidak malu membeli atau menyandangnya, karena kenyataan menunjukkan, tamatan perguruan tinggi, yang mendapatkan gelar akademik secara benar melalui studi panjang yang berjenjang, ternyata tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan banyak yang menganggur, dan secara signifikan tidak ada bedanya dengan orang yang tidak berpendidikan tinggi.         Untuk mengubah paradigma pendidikan sekolah harus ada kebijakan pendidikan yang radikal, dengan mengubah secara fundamental pendidikan, sebagai subyek dinamik realitas kehidupan masyarakat, sehingga anak didik dapat memahami realitas secara utuh, benar, dan tepat. Penguasaan alat untuk memahami realitas menjadi tugas fundamental dunia pendidikan kita, melalui proses pembelajaran yang kreatif dan visioner, untuk memperkaya intelektual dan
spiritual anak didiknya. Dunia pendidikan kita tidak boleh terjebak urusan birokrasi yang melelahkan dan tidak mencerdaskan, karena dalam banyak hal, birokrasi pendidikan justru telah membunuh substansi pendidikan itu sendiri. Birokrasi pendidikan sekolah kita telah berkembang secara berlawanan dengan tujuan pendidikan untuk mencerdaskan bangsa, bahkan menjadi pusat pembodohan, karena birokrasi pendidikan diselenggarakan sebagai perpanjangan birokrasi kekuasaan dan politik, dengan memberi peluang adanya muatan-muatan politik yang terlalu jauh memasuki birokrasi pendidikan kita. Kita masih ingat bagaimana perguruan tinggi tidak boleh mempelajari suatu ideologi tertentu, seperti larangan mempelajari Marxisme hanya karena ketakutan politik terhadap bahaya komunisme. Demikian pula muatan kurikulum Pancasila dan Kewiraan dalam berbagai versinya, telah diajarkan dari SD hingga perguruan tinggi secara berlebihan, melalui proses pengulangan yang sebenarnya hanya memboroskan.
          Musa Asy'arie Guru Besar Filsafat Islam dan Direktur Pascasarjana IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta