Biografi Jalaludin Rumi
Mawlana Jalaludin Rumi
Oleh
Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
( Grandson of Mawlana Rumi )
“Dia
adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan,
Saya mencintainya dan Saya mengaguminya, Saya memilih
jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap
orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih
yang abadi. Dia adalah orang yang Saya cintai, dia
begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna.
Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang
tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan
mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika
kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.
(
Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazhim Adil
al-Haqqani – Cucu dari Mawlana Rumi, Lefke, Cyprus
Turki, September 1998)
————————————–
Rumi
memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang
tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya. Rumi adalah
guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat
yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah
sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah berpengaruh
besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan
kalangan seniman sekitar tahun l648.
Sebagai
tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan
akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Di
zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit
itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila
mampu digapai oleh indera dan akal. Segala sesuatu
yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan
cepat mereka ingkari dan tidak diakui.
Padahal
menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah
yang dapat melemahkan Iman kepada sesuatu yang ghaib.
Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula,
kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat
mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam
agama samawi, bisa menjadi goyah.
Rumi
mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam
menetapkan segala hakekat keagamaan adalah gagasan
yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan
para budak yang tunduk patuh kepada panca indera.
Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah.
Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak
terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula
memanjakannya.”
Bagi
Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena
tidak pernah melihatnya dengan mata kepala atau belum
pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan
selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah
penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang
lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang
tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah
Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah
kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.
PENGARUH
TABRIZ
Fariduddin
Attar, salah seorang ulama dan tokoh sufi,
ketika berjumpa dengan Rumi yang baru berusia 5 tahun
pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan
menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian
mencatat, ramalan Fariduddin Attar itu tidak meleset.
Rumi,
Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30
September 1207. Mawlana Rumi menyandang nama lengkap
Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi.
Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya
dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal
sebagai daerah Rum (Roma).
Ayahnya,
Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah
seorang ulama besar bermadzhab Hanafi. Dan karena
kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia
digelari Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itu
menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan
mereka pun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin
ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh
hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk
keluarganya. Ketika itu Rumi baru berusia lima
tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup
berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain.
Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut).
Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya
(Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap
di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad,
mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga
mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama
yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula
ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
Di
samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada
Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan
pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga
menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu.
Beliau baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut
mengajar di perguruan tersebut.
Setelah
Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya
sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya
yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga
menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu banyak
tokoh ulama yang berkumpul di Konya. Tak heran jika
Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul
para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Kesufian
dan kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau
sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya, Rumi
adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah
yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana
seorang ulama, beliau juga memberi fatwa dan tumpuan
ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu
berubah seratus delapan puluh derajat ketika beliau
berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin
alias Syamsi dari kota Tabriz.
Suatu
saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan
khalayak dan banyak yang menanyakan sesuatu kepadanya.
Tiba-tiba seorang lelaki asing–yakni Syamsi
Tabriz–ikut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan
riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan seperti itu
Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat
pada sasarannya. Beliau tidak mampu menjawab.
Akhirnya Rumi berkenalan dengan Tabriz. Setelah
bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum kepada
Tabriz yang ternyata seorang sufi.
Sultan
Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku
ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru besar
tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari
sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski
sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah
kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu
melihat kandungan ilmu yang tiada taranya.”
Rumi
telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan
Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk
berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan
mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi
penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan
menyanjung gurunya itu, beliau tulis syair-syair, yang
himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams
Tabriz. Beliau bukukan pula wejangan-wejangan gurunya,
dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat Syams Tabriz.
Rumi
kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi
baru, Syaikh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas
dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir masa
hidupnya beliau berhasil menghasilkan himpunan syair
yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi.
Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700
bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran
tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk
apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
Bahkan Masnavi sering disebut Qur’an Persia. Karya
tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat
baris dengan jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam
bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang
metafisika), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya
kepada sahabat atau pengikutnya).
Bersama
Syaikh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan
Thariqat Maulawiyah atau Jalaliyah. Thariqat ini di
Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para
Darwisy yang berputar-putar). Nama itu muncul karena
para penganut thariqat ini melakukan tarian
berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling,
dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.
WAFATNYA
MAWLANA RUMI
Semua
manusia tentu akan kembali kepada-Nya.
Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Penduduk Konya
tiba-tiba dilanda kecemasan, karena mendengar kabar
bahwa tokoh panutan mereka, Rumi, tengah menderita
sakit keras. Meskipun demikian, pikiran Rumi masih
menampakkan kejernihannya.
Seorang
sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan,
“Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu
dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika
engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan
bermakna baik. Tapi kematian ada juga yang kafir dan
pahit.”
Pada
tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember
1273 dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke
Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan,
penduduk setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan
kepulangannya. Malam wafatnya beliau dikenal sebagai
Sebul Arus (Malam Penyatuan). Sampai sekarang para
pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati
tanggal itu sebagai hari wafatnya beliau.
“SAMA”,
Tarian Darwis yang Berputar
Suatu
saat Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya
dalam tarian “Sama” ketika itu seorang sahabatnya
memainkan biola dan ney (seruling), beliau mengatakan,
“Seperti juga ketika salat kita berbicara dengan
Tuhan, maka dalam keadaan extase para darwis juga
berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama
yang merupakan bagian salawat atas baginda Nabi
Sallallahu alaihi wasalam adalah merupakan wujud musik
cinta demi cinta Nabi saw dan pengetahuanNya.
Rumi
mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi
dalam Musik dan Sama, dimana musik merupakan gerbang
menuju keabadian dan Sama adalah seperti electron yang
mengelilingi intinya bertawaf menuju sang Maha
Pencipta. Semasa Rumi hidup tarian “Sama” sering
dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan
minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat
Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota
Konya.
Terdapat
beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji
Sama dan perasaan harmonis alami yang muncul dari
tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi, Rumi
menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama, “ketika
gendang ditabuh seketika itu perasaan extase merasuk
bagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak laut”.
Tarian
Sakral Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau
Tariqah Mawlawiyah ini masih dilakukan saat ini di
Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana Syaikh
Nazim Adil al-Haqqani. Ajaran Sufi Mawlana Syaikh
Nazim dan mawlana Syaikh Hisyam juga merambah
keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga
tarian Whirling Dervishes ini juga dilakukan di banyak
kota-kota di Amerika, Eropa dan Asia di bawah
bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani.
Tarian
Sama ini sebagai tiruan dari keteraturan alam
raya yang diungkap melalui perputaran planet-planet.
Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan dalam
situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan
khusus pada abad ke tujuh belas. Perayaan ini untuk
menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang Rumi
dambakan dan ia lukisakna dalam istilah-istilah yang
menyenangkan.
Para
Anggota Tariqah Mevlevi sekarang belajar
menarikan tarian ini dengan bimbingan Mursyidnya.
Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan
seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling
kayu. Para penari masuk mengenakan pakaian putih yang
sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar
sebagai symbol alam kubur dan topi panjang merah atau
abu-abu yang menandakan batu nisan.
Akhirnya
seorang Syaikh masuk paling akhir dan
menghormat para Darwish lainnya. Mereka kemudian balas
menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merah
menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua
yang mengacu pada keindahan langit senja sewaktu Rumi
wafat. Syaikh mulai bersalawat untuk Rasulullah saw
yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik,
gendang, marawis dan seruling ney.
Peniup
seruling dan penabuh gendang memulai musiknya
maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara
perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan
yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran
ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas
jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan
kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”,
kelahiran kedua.
Ketika
Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka
mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran
tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari.
Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan
alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan
musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.
Rombongan
Penari Darwis, secara teratur menampilkan
Sama di auditorium umum di Eropa dan Amerika Serikat.
Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan terasa
lambat tetapi para pemirsa mengatakan penampilan ini
sangat magis dan menawan. Kedalaman konsentrasi, atau
perasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan
gerakan mereka begitu menghipnotis. Pada akhir
penampilan para hadirin diminta untuk tidak bertepuk
tangan karena “Sama” adalah sebuah ritual spiritual
bukan sebuah pertunjukan seni.
Pada
abad ke 17, Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyah
dikendalikan oleh kerajaan Utsmaniyah. Meskipun
Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besar
kebebasannya ketika berada dibawah dominasi
Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja menungkinkan
Tariqah Mawlawi menyebar luas keberbagai daerah dan
memperkenalkan kepada banyak orang tentang tatanan
musik dan tradisi puisi yang unik dan indah. Pada Abad
ke 18, Salim III seorang Sultan Utsmaniyah menjadi
anggota Tariqah Mawlawiyah dan kemudian dia
menciptakan musik untuk upacara-upacara Mawlawi.
Selama
abad ke 19 , Mawlawiyah merupakan salah satu
dari sekitar Sembilan belas aliran sufi di Turtki dan
sekitar tigapuluh lima kelompok semacam itu dikerajaan
Utsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka,
Mawlawi menjadi kelompok yang paling berpengarh
diseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka
dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal
di barat., Di Eropa dan Amerika pertunjukkan keliling
mereka menyita perhatian public. Selama abad 19,
sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki
menarik perhatian banyak kelompok wisatawan Eropa yang
dating ke Turki.
Pada
tahun 1925, Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan
diri ditanah kelahiran mereka Turki, setelah Kemal
Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua
kelompok darwis lengkap dengan upacara serta
pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam Rumi di Konya
diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum
Negara.
Motivasi
utama Atatutrk adalah memutuskan hubungan
Turki dengan masa pertengahan guna mengintegrasikan
Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat.
Bagi Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi
modernisasi Turki. Pada saat itulah Syaikh Nazim
Ù‚
mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan
mengajar agama Islam di Siprus, Turki.
Mawlana
Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
Banyak
murid yang mendatangi Mawlana Syaikh Nazim dan
menerima Thariqat Naqsybandi Haqqani. Selain itu
beliau adalah pemegang otoritas Mursyid tujuh Tariqah
Sufi besar lainnya, termasuk Mevlevi Haqqani atau
Mawlawiyah, Qodiriah, Syadziliyah, Chisty. Namun
sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan
karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang
Turki di Siprus, agama pun dilarang di sana. Bahkan
mengumandangkan azan pun tak diperbolehkan.
Langkah
Syaikh Nazim yang pertama ketika itu adalah
menuju masjid di tempat kelahirannya dan
mengumandangkan azan di sana, segera beliau dimasukkan
penjara selama seminggu. Begitu dibebaskan, Syaikh
Nazim Ù‚
pergi menuju masjid besar di Nikosia dan
melakukan azan di menaranya. Hal itu membuat para
pejabat marah dan beliau dituntut atas pelanggaran
hukum.
Sambil
menunggu sidang, Syaikh Nazim Ù‚ terus
mengumandangkan azan di menara-menara masjid di
seluruh Nikosia. Sehingga tuntutannya pun terus
bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau.
Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan
azan, namun Syaikh Nazim Ù‚ mengatakan, “ Tidak,
aku tidak bisa mengehntikannya. Orang-orang harus
mendengar panggilan azan untuk shalat.”
Ketika
hari persidangan tiba, Mawlana Syaikh Nazim
didakwa atas 114 kasus mngumandangkan azan diseluruh
Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, maka
beliau bisa dihukum 100 tahun penjara. Tetapi pada
hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki.
Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan
untuk berkuasa. Langkah pertamanya ketika terpilih
menjadi Presiden adalah membuka seluruh masjid-masjid
dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa Arab.
Inilah keajaiban yang diberikan Allah swt kepada
Mawlana Syaikh Nazim.
Hingga
saat ini makam Rumi di Konya tetap terpelihara
dan dikelola oleh pemerintah Turki sebagai tempat
wisata. Meskipun demikian pengunjung yang datang
kesana yang terbanyak adalah para peziarah dan bukan
wisatawan. Melalui sebuah kesepakatan pemerintah
Turki, pada tahun 1953 akhirnya menyetujui tarian
“Sama” Tariqah Mawlawi dipeertontonkan lagi di Konya
dengan syarat pertunjukan tersebut bersifat cultural
untuk para wisatawan.
Rombongan
Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara
Internasional. Meskipun demikian secara keseluruhan
berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang
illegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak
Ataturk melarang agama mereka.
Wa
min Allah at Tawfiq
————————————-
Maulana
Jalaluddin Rumi, Menari di Depan Tuhan
“AKAN
tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan
makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi
gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita,
menggemakan ucapan-ucapan kita.”
Itulah
ucapan Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan
Walad, di suatu pagi. Dan waktu kemudian berlayar,
melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam
debu sejarah. “Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap
berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi,” tulis
Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.
Kenyataannya
memang demikian. Lebih dari 7 abad, Rumi
bak bayangan yang abadi mengawal Konya, terutama untuk
pada pengikutnya, the whirling dervishes, para darwis
yang menari. Setiap tahun, dari tanggal 2-17 Desember,
jutaan peziarah menyemut menuju Konya. Dari delapan
penjuru angin mereka berarak untuk memperingati
kematian Rumi, 727 tahun silam.
Siapakah
sesungguhnya makhluk ini, yang telah
menegakkan sebuah pilar di tengah khazanah keagamaan
Islam dan silang sengketa paham? “Dialah penyair
mistik terbesar sepanjang zaman,” kata orientalis
Inggris Reynold A Nicholson. “Ia bukan nabi, tetapi ia
mampu menulis kitab suci,” seru Jami, penyair Persia
Klasik, tentang karya Rumi,Matsnawi.
Gandhi
pernah mengutip kata-katanya. Rembrandt
mengabadikannya dikanvas, Muhammad Iqbal, filsuf dan
penyair Pakistan, sekali waktu pernah berdendang,
“Maulana mengubah tanah menjadi madu…. Aku mabuk
oleh anggurnya; aku hidup dari napasnya.” Bahkan, Paus
Yohanes XXIII, pada 1958 menuliskan pesan khusus:
“Atas nama dunia Katolik, saya menundukkan kepala
penuh hormat mengenang Rumi.”
Besar
dalam kembara
Jalaluddin
dilahirkan 30 September 1207 di Balkh, kini
wilayah Afganistan. Ia Putra Bahauddin Walad, ulama
dan mistikus termasyhur, yang diusir dari kota Balkh
tatkala ia berumur 12 tahun. Pengusiran itu buntut
perbedaan pendapat antara Sultan dan Walad.
Keluarga
ini kemudian tinggal di Aleppo (Damaskus),
dan di situ kebeliaan Jalaluddin diisi oleh guru-guru
bahasa Arab yang tersohor. Tak lama di Damakus,
keluarga ini pindah ke Laranda, kota di Anatolia
Tengah, atas permintaan Sultan Seljuk Alauddin
Kaykobad.
Konon,
Kaykobad membujuk dalam sebuah surat kepada
Walad, “Kendati saya tak pernah menundukkan kepala
kepada seorang pun, saya siap menjadi pelayan dan
pengikut setia Anda.” Di kota ini ibu Jalaluddin,
Mu’min Khatum, meninggal dunia. Tak lama kemudian,
dalam usia 18 tahun, Jalaluddin menikah. 1226, putra
pertama Jalaluddin, Sultan Walad, lahir. Setahun
kemudian, keluarga ini pindah ke Konya, 100 Km dari
Laranda. Di sini, Bahauddin Walad mengajar di
madrasah. 1229, anak kedua Jalaluddin, Alauddin,
lahir. Dua tahun kemudian, dalam usia 82 tahun,
Bahaudin Walad meninggal dunia.
Era
baru pun dialami Jalaluddin. Dia menggantikan
Walad, dan mengajarkan ilmu-ilmu ketuhanan
tradisional, tanpa menyentuh mistik. Setahun setelah
kematian ayahnya, suatu pagi, madrasahnya kedatangan
tamu, Burhannuddin Muhaqiq, yang ternyata murid
terkasih Walad. Dan ketika menyadari sang guru telah
tiada, Muhaqiq mewariskan ilmunya pada Jalaluddin.
Burhanuddin pun menggembleng muridnya dengan
latihan tasawuf yang telah dimatangkan selama 4 abad
terakhir oleh para sufi, dan beberapa kali meminta dia
ke Damakus untuk menambah lmu. 8 tahun menggembleng,
1240, Burhanuddin kembali ke Kayseri. Jalaluddin Rumi
pun menggembleng diri sendiri.
Cinta
adalah menari
Tahun
1244, saat berusia 37 tahun, Jalaluddin sudah
berada di atas semua ulama di Konya. Ilmu yang dia
timba dari kitab-kitab Persia, Arab, Turki, Yunani dan
Ibrani, membuat dia nyaris ensiklopedis. Gelar Maulana
Rumi (Guru bangsa Rum) pun dia raih. Tapi, di sebuah
senja Oktober, sehabis pulang dari madrasah,
seseorang yang tak dia kenal, menjegat langkahnya, dan
menanyakan satu hal. Mendengar pertanyaan itu, Rumi
langsung pingsan!
Sebuah
riwayat mengatakan, orang tak dikenal itu
bertanya, “Siapa yang lebih agung, Muhammad Rasulullah
yang berdoa, ‘Kami tak mengenal-Mu seperti seharusnya’
atau seorang sufi Persia, Bayazid Bisthami yang
berkata, ‘Subhani, mahasuci diriku, betapa agungnya
kekuasaanku’. Pertanyaan mistikus Syamsuddin Tabriz
itu mengubah hidup Rumi. Dia kemudian tak lagi
terpisahkan dari Syams. Dan di bawah pengaruh Syams,
ia menjalani periode mistik yang nyala, penuh gairah,
tanpa batas, dan kini, mulai menyukai musik. Mereka
menghabiskan hari bersama-sama, dan menurut riwayat,
selama berbulan-bulan mereka dapat bertahan hidup
tanpa kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, khusuk
menuju Cinta Ilahiah.
Tapi
hal ini tak lama. Kecemburuan warga Konya,
membuat Syams pergi. Dan saat Syams kembali, warga
membunuhnya. Rumi kehilangan, kehilangan terbesar yang
dia gambarkan seperti kehidupan kehilangan mentari.
Tapi,
suatu pagi, seorang pandai besi membuat
Jalaluddin menari. Pukulan penempa besi itu,
Shalahuddin, membuat dia ekstase, dan tanpa sadar
mengucapkan puisi-puisi mistis, yang berisi ketakjuban pada pengalaman
syatahat. Rumi pun kemudian bersabahat
dengan Shalahuddin, yang kemudian menggantikan posisi
Syams. Dan era menari pun dimulai Rumi, menari sambil
memadahkan syair-syair cinta Ilahi. “Tarian para
darwis itulah yang kemudian menjadi semacam bentuk
ratapan Rumi atas kehilangan Syams,” jelas Talat.
Sampai
meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah
berhenti menari, kerana dia tak pernah berhenti
mencintai Allah. Tarian itu juga yang membuat
peringkatnya dalam inisiasi sufi berubah dari yang
mencintai jadi yang dicintai. (Aulia A Muhammad)
~
SUARA MERDEKA
a berkata,
"Siapa itu berada di pintu?"
Aku berkata, "Hamba sahaya, Paduka."
Ia berkata, "Mengapa kau ke mari?"
Aku berkata, "Untuk menyampaikan hormat padamu,
Gusti."
Ia berkata, "Berapa lama kau bisa bertahan?"
Aku berkata, "Sampai ada panggilan."
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah
Bahwa, demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, "Hakim menuntut saksi kalau ada
pernyataan."
Aku berkata, "Air mata adalah saksiku, pucatnya
wajahku adalah buktiku."
Ia berkata, "Saksi tidak sah, matamu juling."
Aku berkata, "Karena wibawa keadilanmu, mataku
terbebas dari dosa."
Bait-bait syair bernuansa religius di atas adalah nukilan
dari salah satu puisi karya Jalaluddin ar-Rumi, penyair sufi terbesar dari
Persia. Kebesaran Rumi terletak pada kedalaman ilmu dan kemampuan mengungkapkan
perasaannya ke dalam bahasa yang indah. Karena kedalaman ilmunya itu,
puisi-puisi Rumi juga dikenal mempunyai kedalaman makna. Dua hal itulah
--kedalaman makna dan keindahan bahasa--yang menyebabkan puisi-puisi Rumi sulit
tertandingi oleh penyair sufi sebelum atau sesudahnya.
Di kalangan para pecinta sastra tasawuf, nama Jalaluddin
ar-Rumi tidak asing lagi. Karya-karyanya tidak hanya diminati oleh masyarkat
Muslim, tetapi juga masyarakat Barat. Karena itu, tak mengherankan jika karya
sang penyair sufi dari Persia (Iran) yang bernama lengkap Jalaluddin Muhammad
bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi ini berpengaruh besar terhadap perkembangan
ajaran tasawuf sesudahnya.
Rumi dilahirkan di Kota Balkh, Afghanistan, pada 30
September 1207 M/604 H dan wafat di Kota Konya, Turki, pada 17 Desember 1273
M/672 H. Sejak kecil, ar-Rumi dan orang tuanya terbiasa hidup berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain. Keluarganya pernah tinggal di Nisabur (Iran
timur laut), Baghdad, Makkah, Malatya (Turki), Laranda (Iran tenggara), dan
Konya. Meski hidup berpindah-pindah, sebagian besar hidup ar-Rumi dihabiskan di
Konya yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma).
Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi ia juga tokoh
sufi yang berpengaruh pada zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Tarekat
Maulawiah--sebuah tarekat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah
sekitarnya. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana
Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun l648. Sebagai tokoh sufi, Rumi
sangat menentang pendewaan akal dan indra dalam menentukan kebenaran. Pada
zamannya, umat Islam memang sedang dilanda penyakit itu.
Cinta untuk Tuhan
Ar-Rumi dikenal karena kedalaman ilmu yang dimilikinya
serta kemampuan dalam mengungkapkan perasaannya dalam bentuk puisi yang sangat
indah dan memiliki makna mistis yang sangat dalam. Ia memilih puisi sebagai
salah satu medium untuk mengajarkan cinta sejati (Tuhan). Lirik-lirik puisinya
banyak mengedepankan perasaan cinta yang dalam kepada Tuhan. Maka itu, tak
mengherankan jika ia mengungguli banyak penyair sufi, baik sebelum maupun
sesudahnya.
Karya-karya puisi ar-Rumi juga mengandung filsafat dan
gambaran tentang inti tasawuf yang dianutnya. Tasawufnya didasarkan pada paham
wahdah al-wujud (penyatuan wujud). Bagi ar-Rumi, Tuhan adalah wujud yang
meliputi. Keyakinan ini tidak selalu merupakan keyakinan terhadap kesatuan
wujud yang menyatakan bahwa segala seuatu itu adalah Allah atau Allah adalah
segala sesuatu. Kesatuan hamba dengan Tuhan, dalam tasawuf ar-Rumi, dipatrikan
oleh rasa cinta yang murni.
Pengetahuan mengenai ajaran tasawuf tidak ia pelajari sejak
usia dini. Masa kecilnya justru lebih banyak dipergunakan Jalaluddin ar-Rumi
untuk menimba ilmu agama, terutama terkait dengan hukum Islam. Pendidikan
pertama ar-Rumi diperolehnya dari ayahnya sendiri, Bahauddin Walad Muhammad bin
Husin, yang merupakan seorang tokoh dan ahli agama Islam penganut Mazhab
Hanafi. Selain itu, ia juga belajar pada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi,
seorang tokoh dan sahabat ayahnya. Atas saran gurunya ini, ia kemudian menimba
ilmu pengetahuan di negeri Syam (Suriah).
Dengan pengetahuan agama yang luas, ar-Rumi dipercaya untuk
menggantikan Burhanuddin sebagai guru di Konya setelah sang guru wafat. Di
samping sebagai guru, ia juga menjadi dai dan ahli hukum Islam (fakih).
Perubahan besar dalam hidup ar-Rumi terjadi pada tahun 652
H. Di usianya yang menginjak 48 tahun, ia mengubah jalan hidupnya ke arah
kehidupan sufi setelah bertemu dengan seorang penyair sufi pengelana, Syamsuddin
at-Tabrizi. Ia sangat terpengaruh oleh ajaran sufi itu sehingga ia meninggalkan
pekerjaannya sebagai guru dan mulai menggubah puisi serta memasuki kehidupan
sufi.
Rumi telah menjadi sufi berkat pergaulannya dengan Tabriz.
Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu
telah ikut berperan mengembangkan emosinya sehingga ia menjadi penyair yang
sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, Rumi menulis
syair-syair yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz .
Ia juga membukukan wejangan-wejangan gurunya itu yang dikenal dengan nama Diwan
Syams Tabriz . Buku ini juga memuat inti ajaran tasawuf ar-Rumi.
Di samping termuat dalam Diwan Syams Tabriz , inti ajaran
tasawuf ar-Rumi juga banyak dimuat dalam sebuah karya besarnya yang terkenal,
al-Masnawi . Buku ini terdiri atas enam jilid dan berisi 20.700 bait syair.
Karyanya ini berpengaruh besar terhadap perkembangan tasawuf sesudahnya. Banyak
komentar terhadap buku ini yang ditulis oleh para ahli dalam berbagai bahasa,
seperti Persia, Turki, dan Arab.
Al-Masnawi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Pertama kali, buku ini diterjemahkan ke bahasa Jerman pada tahun 1849. Namun,
yang diterjemahkan hanya sepertiga bagian dari keseluruhan isi Al-Masnawi .
Hasil terjemahan dalam bahasa Jerman ini diterbitkan di Kota Leipzig dan
mengalami cetak ulang pada tahun 1913.
Sementara itu, terjemahan dalam bahasa Inggris oleh Sir
James Redhouse pertama kali diterbitkan pada tahun 1881. Kemudian, sebanyak
3.500 baris puisi pilihan dari Al-Masnawi diterjemahkan lagi oleh Whinfield ke
dalam bahasa Inggris. Terjemahan puisi pilihan yang terbit di London tahun 1887
ini mendapat perhatian besar dari masyarakat sehingga tahun itu juga dicetak
ulang. Volume kedua diterjemahkan oleh Wilson dan diterbitkan di London tahun
1910.
Baru pada tahun 1925 hingga 1950, proses penerjemahan buku
Al-Masnawi dilakukan secara menyeluruh oleh Reynold Alleyne Nicholson. Selain
menerjemahkan buku ini, Nicholson juga menambahkan uraian serta komentarnya
untuk melengkapi terjemahannya. Langkah Nicholson yang menerjemahkan karya
ar-Rumi ini diikuti oleh salah seorang muridnya, AJ Arberry, yang menerjemahkan
sejumlah kisah pilihan yang diterbitkan di London pada 1961.
Teori kefanaan
Di samping sebagai penyair sufi yang menganut paham wahdad
al-wujud , ar-Rumi juga merupakan peletak dasar teori kefanaan. Pendapatnya
tentang kefanaan tergambar dari ungkapannya, ''Apakah arti ilmu tauhid?
Hendaklah kau bakar dirimu di hadapan Yang Maha Esa. Seandainya kau ingin
cemerlang sebagai siang hari, bakarlah eksistensimu (yang gelap) seperti malam;
dan luluhkan wujudmu dalam Wujud Pemelihara Wujud, seperti luluhnya tembaga
dalam adonannya. Dengan begitu, kau bisa mengendalikan genggamanmu atas 'Aku'
dan 'Kita', di mana semua kehancuran ini tidak lain timbul dari dualisme.''
Sementara itu, suasana pada saat sedang fana digambarkan
oleh ar-Rumi sebagai berikut. ''Nuh berkata kepada bangsanya, Aku bukanlah aku.
Aku bukanlah tiada lain Tuhan itu sendiri. Apabila ke-aku-an lenyap dari
identitas insan, tinggallah Tuhan yang bicara, mendengar, dan memahami. Apabila
Aku bukanlah aku, adalah aku tiupan napas Tuhan. Adalah dosa melihat kesatuan
aku dengan-Nya.''
Dalam pandangannya, setiap peristiwa kefanaan selalu
diikuti oleh baqa , yaitu tetapnya kesadaran sufi kepada Tuhan. Pada saat
sedang baqa , kesadaran akan Tuhan melandasi kesadaran seorang hamba. Kata
ar-Rumi, ''Kesadaran Tuhan lebur dalam kesadaran sufi. Bagaimana si awam
meyakininya. Pengetahuan sufi adalah garis dan pengetahuan Tuhan adalah titik.
Eksistensi garis amat tergantung pada eksistensi titik.'' sya/dia/berbagai
sumber
Tarian berputar sang sufi
Selain dikenal sebagai seorang penyair sufi, Jalaluddin
ar-Rumi juga merupakan pendiri Tarekat Maulawiah atau Jalaliah. Tarekat ini ia
kembangkan bersama sahabatnya, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad.
Tarekat Maulawiyah atau Jalaliah adalah sebuah tarekat sufi
yang terkenal dan banyak dianut di Turki dan Suriah. Di Barat, tarekat ini
dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para darwis yang berputar-putar).
Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian
berputar-putar yang diiringi oleh gendang dan suling dalam zikir mereka untuk
mencapai ekstase .
Menurut sebuah riwayat, tarian yang dilakukan oleh Ar-Rumi
dilakukan tanpa kesengajaan. Tarian itu justru dilakukannya ketika dirinya
merasa sedih sepeninggal gurunya, Syamsuddin Tabriz, yang dibunuh oleh warga
Konya. Rumi benar-benar merasakan kehilangan sang panutan, laksana kehidupan
tanpa sinar matahari. Hingga pada suatu hari, seorang pandai besi yang bernama
Shalahuddin membuat Rumi menari-nari berputar-putar sambil melantunkan
syair-syair puitis akan kecintaannya kepada Tuhan dan gurunya.
Dari sinilah, Jalaluddin Ar-Rumi menjalin persahabatan
dengan Shalahuddin untuk menggantikan kedudukan sang guru. Bersama Shalahuddin
yang memukul gendang, Rumi pun menari dan menari untuk mengungkapkan
penghambaan dirinya dalam menghibur dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Sampai meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah
berhenti menari kerana dia tak pernah berhenti mencintai Allah. Tarian itu juga
yang membuat peringkatnya dalam inisiasi sufi berubah dari yang mencintai jadi
yang dicintai. Bagian hanya Allah yang layak untuk dicintai.
Dari caranya menemukan hakikat cinta untuk Tuhan, Kota
Konya yang sempat sepi menjadi ramai kembali berkat tarian-tarian cinta yang
berputar untuk Tuhan. Bahkan, banyak pengikut-pengikutnya di berbagai negara di
dunia melakukan hal yang sama sebagai bentuk kecintaan kepada sang guru dalam
menemukan Tuhan.
Suatu hari, Rumi pernah berkata kepada anaknya, Sultan
Walad, bahwa Kota Konya akan menjadi semarak. ''Akan tiba saatnya, ketika Konya
menjadi semarak dan makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi gelombang
khalayak menjenguk mousoleum kita, menggemakan ucapan-ucapan kita.''
Kini, perkataan Rumi itu terbukti. Setelah sekian lama
terlelap oleh sejarah, Kota Konya hidup kembali berkat sang sufi. ''Kota
Anatolia Tengah ini tetap berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi,'' tulis
Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.
Kenyataannya memang demikian. Lebih dari tujuh abad, Rumi
bak bayangan yang abadi mengawal Konya, terutama kepada pengikutnya, the
whirling dervishes , para darwis yang menari. Setiap tahun, pada 2-17 Desember,
jutaan peziarah menyemut menuju Konya. Dari delapan penjuru angin, mereka
berarak untuk memperingati kematian Rumi, 727 tahun silam.
Siapakah sesungguhnya manusia yang telah menegakkan sebuah
pilar di tengah khazanah keagamaan Islam dan silang sengketa paham? ''Dialah
penyair mistik terbesar sepanjang zaman,'' kata orientalis Inggris, Reynold A
Nicholson. ''Ia bukan nabi, tetapi ia mampu menulis kitab suci,'' seru Jami,
penyair Persia Klasik, tentang karya Rumi, Al-Masnawi .
Bahkan, cucu ar-Rumi, Sulthanul Auliya Maulana Syekh Nazhim
Adil al-Haqqani, kagum dengan kakeknya tersebut. Ia berkata sebagai berikut.
''Dia adalah orang yang tidak mempunyai ketiadaan. Saya mencintainya dan saya
mengaguminya, saya memilih jalannya, dan saya memalingkan muka ke jalannya.
Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia
adalah orang yang saya cintai, dia begitu indah. Oh , dia adalah yang paling
sempurna.
Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang
tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia. Ini adalah
sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.''Itulah
Jalaluddin a-Rumi, sang sufi penganut cinta sejati untuk Tuhannya.
Sumber : Republika NewsroomSEBERAPA JAUH ENGKAU
DATANG!
Sesungguhnya, engkau
adalah tanah liat. Dari bentukan mineral, kau menjadi sayur-sayuran. Dari
sayuran, kau menjadi binatang, dan dari binatang ke manusia. Selama periode
ini, manusia tidak tahu ke mana ia telah pergi, tetapi ia telah ditentukan
menempuh perjalanan panjang. Dan engkau harus pergi melintasi ratusan dunia
yang berbeda.
JALAN
Jalan sudah ditandai.
Jika menyimpang darinya, kau akan binasa.
Jika mencoba mengganggu tanda-tanda jalan
tersebut,
kau melakukan perbuatan setan.
EMPAT LAKI-LAKI DAN PENERJEMAH
Empat orang diberi
sekeping uang.
Pertama adalah orang
Persia, ia berkata, “Aku akan membeli anggur.”
Kedua adalah orang Arab,
ia berkata, “Tidak, karena aku ingin inab.”
Ketiga adalah orang Turki,
ia berkata, “Aku tidak ingin inab, aku ingin uzum.”
Keempat adalah orang
Yunani, ia berkata, “Aku ingin stafil.”
Karena mereka tidak tahu
arti nama-nama tersebut, mereka mulai bertengkar. Mereka memang sudah mendapat
informasi, tetapi tanpa pengetahuan.
Orang bijak yang
memperhatikan mereka berkata, “Aku tidak dapat memenuhi semua keinginan kalian,
hanya dengan sekeping uang yang sama. Jika kalian jujur percayalah kepadaku,
sekeping uang kalian akan menjadi empat; dan keempatnya akan menjadi satu.”
Mereka pun tahu bahwa
sebenarnya keempatnya dalam bahasa masing-masing, menginginkan benda yang sama,
buah anggur.
AKU ADALAH KEHIDUPAN KEKASIHKU
Apa yang dapat aku lakukan, wahai ummat
Muslim?
Aku tidak mengetahui diriku sendiri.
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi,
bukan Majusi, bukan Islam.
Bukan dari Timur, maupun Barat.
Bukan dari darat, maupun laut.
Bukan dari Sumber Alam,
bukan dari surga yang berputar,
Bukan dari bumi, air, udara, maupun api;
Bukan dari singgasana, penjara, eksistensi,
maupun makhluk;
Bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen;
Bukan dari kerajaan Iraq, maupun Khurasan;
Bukan dari dunia kini atau akan datang:
surga atau neraka;
Bukan dari Adam, istrinya Adam,
taman Surgawi atau Firdaus;
Tempatku tidak bertempat,
jejakku tidak berjejak.
Baik raga maupun jiwaku: semuanya
adalah kehidupan Kekasihku …
BURUNG HANTU DAN ELANG RAJA
Seekor elang kerajaan
hinggap di dinding reruntuhan yang dihuni burung hantu. Burung-burung hantu
menakutkannya, si elang berkata, “Bagi kalian tempat ini mungkin tampak makmur,
tetapi tempatku ada di pergelangan tangan raja.” Beberapa burung hantu
berteriak kepada temannya, “Jangan percaya kepadanya! Ia menggunakan tipu
muslihat untuk mencuri rumah kita.”
DIMENSI LAIN
Dunia tersembunyi memiliki awan dan hujan,
tetapi dalam jenis yang berbeda.
Langit dan cahaya mataharinya, juga berbeda.
Ini tampak nyata,
hanya untuk orang yang berbudi halus —
mereka yang tidak tertipu oleh kesempurnaan
dunia yang semu.
MANFAAT PENGALAMAN
Kebenaran yang agung ada pada kita
Panas dan dingin, duka cita dan penderitaan,
Ketakutan dan kelemahan dari kekayaan dan raga
Bersama, supaya kepingan kita yang paling
dalam
Menjadi nyata.
KESADARAN
Manusia mungkin berada
dalam keadaan gembira, dan manusia lainnya berusaha untuk menyadarkan. Itu
memang usaha yang baik. Namun keadaan ini mungkin buruk baginya, dan kesadaran
mungkin baik baginya. Membangunkan orang yang tidur, baik atau buruk tergantung
siapa yang melakukannya. Jika si pembangun adalah orang yang memiliki
pencapaian tinggi, maka akan meningkatkan keadaan orang lain. Jika tidak, maka
akan memburukkan kesadaran orang lain.
DIA TIDAK DI TEMPAT LAIN
Salib dan ummat Kristen, ujung ke ujung, sudah
kuuji.
Dia tidak di Salib.
Aku pergi ke kuil Hindu, ke pagoda kuno.
Tidak ada tanda apa pun di dalamnya.
Menuju ke pegunungan Herat aku melangkah,
dan ke Kandahar Aku memandang.
Dia tidak di dataran tinggi
maupun dataran rendah. Dengan tegas,
aku pergi ke puncak gunung Kaf (yang
menakjubkan).
Di sana cuma ada tempat tinggal
(legenda) burung Anqa.
Aku pergi ke Ka’bah di Mekkah.
Dia tidak ada di sana.
Aku menanyakannya kepada Avicenna (lbnu Sina)
sang filosuf
Dia ada di luar jangkauan Avicenna …
Aku melihat ke dalam hatiku sendiri.
Di situlah, tempatnya, aku melihat dirinya.
Dia tidak di tempat lain.
MEREKA YANG TAHU, TIDAK DAPAT BICARA
Kapan pun Rahasia Pemahaman diajarkan kepada
semua orang
Bibir-Nya dijahit melawan pembicaraan tentang
Kesadaran.
JOHA DAN KEMATIAN
Seorang anak laki-laki
menangis dan berteriak di belakang jenazah ayahnya, ia berkata, “Ayah! Mereka
membawamu ke tempat di mana tidak ada pelindung lantai. Di sana tidak ada
cahaya, tidak ada makanan; tidak ada pintu maupun bantuan tetangga…”
Joha, diperingatkan
karena penjelasan tampaknya mencukupi, berteriak kepada ayahnya sendiri:
“Orangtua yang dihormati
oleh Allah, mereka diambil ke rumah kami!”
KECERDASAN DAN PEMAHAMAN SEJATI
Kecerdasan adalah bayangan dari Kebenaran
obyektif
Bagaimana bayangan dapat bersaing dengan
cahaya matahari?
REALITAS SEJATI
Di sini, tidak ada bukti akademis di dunia;
Karena tersembunyi, dan tersembunyi, dan
tersembunyi.
JIWA MANUSIA
Pergilah lebih tinggi — Lihatlah Jiwa Manusia!
PELEPASAN MENIMBULKAN PEMAHAMAN
Wahai Hati! Sampai dalam penjara muslihat,
kau dapat melihat perbedaan antara Ini dan
Itu,
Karena pelepasan seketika dari Sumber Tirani;
bertahan di luar
KAU DAN AKU
Nikmati waktu selagi kita duduk di punjung,
Kau dan Aku;
Dalam dua bentuk dan dua wajah — dengan satu
jiwa,
Kau dan Aku.
Warna-warni taman dan nyanyian burung memberi
obat keabadian
Seketika kita menuju ke kebun buah-buahan, Kau
dan Aku.
Bintang-bintang Surga keluar memandang kita —
Kita akan menunjukkan Bulan pada mereka, Kau
dan Aku.
Kau dan Aku, dengan tiada ‘Kau’ atau ‘Aku’,
akan menjadi satu melalui rasa kita;
Bahagia, aman dari omong-kosong, Kau dan Aku.
Burung nuri yang ceria dari surga akan iri
pada kita —
Ketika kita akan tertawa sedemikian rupa; Kau
dan Aku.
Ini aneh, bahwa Kau dan Aku, di sudut sini …
Keduanya dalam satu nafas di Iraq, dan di
Khurasan —
Kau dan Aku.
DUA ALANG-ALANG
Dua alang-alang minum dari satu sungai.
Satunya palsu, lainnya tebu.
AKAN JADI APA DIRIKU?
Aku terus dan terus tumbuh seperti rumput;
Aku telah alami tujuhratus dan tujuhpuluh
bentuk.
Aku mati dari mineral dan menjadi
sayur-sayuran;
Dan dari sayuran Aku mati dan menjadi
binatang.
Aku mati dari kebinatangan menjadi manusia.
Maka mengapa takut hilang melalui kematian?
Kelak aku akan mati
Membawa sayap dan bulu seperti malaikat:
Kemudian melambung lebih tinggi dari malaikat
—
Apa yang tidak dapat kau bayangkan.
Aku akan menjadi itu.
RASUL
Rasul adalah mabuk tanpa anggur:
Rasul adalah kenyang tanpa makanan.
Rasul adalah terpesona, takjub:
Rasul adalah tidak makan maupun tidur
Rasul adalah raja di balik jubah kasar:
Rasul adalah harta benda dalam reruntuhan.
Rasul adalah bukan dari angin dan bumi:
Rasul adalah bukan dari api dan air.
Rasul adalah laut tanpa pantai:
Rasul adalah hujan mutiara tanpa menalang.
Rasul adalah memiliki ratusan bulan dan
langit:
Rasul adalah memiliki ratusan cahaya matahari.
Rasul adalah bijaksana melalui Kebenaran:
Rasul adalah bukan sarjana karena buku.
Rasul adalah melebihi keyakinan dan
kesangsian:
Karena Rasul apakah ada ‘dosa’ atau
‘kebaikan’?
Rasul berangkat dari Ketiadaan:
Rasul telah tiba, benar-benar berangkat.
Rasul adalah, Tersembunyi, Wahai Syamsuddin!
Carilah, dan temukan – Rasul!
KEBENARAN
Nabi bersabda bahwa Kebenaran telah
dinyatakan:
“Aku tidak tersembunyi, tinggi atau rendah
Tidak di bumi, langit atau singgasana.
Ini kepastian, wahai kekasih:
Aku tersembunyi di kaibu orang yang beriman.
Jika kau mencari aku, carilah di kalbu-kalbu
ini.”
ILMU PENGETAHUAN
Pengetahuan akan
Kebenaran lenyap dalam pengetahuan Sufi. Kapan manusia akan memahami ucapan
ini?
DEBU DI ATAS CERMIN
Hidup/jiwa seperti cermin
bening; tubuh adalah debu di atasnya. Kecantikan kita tidak terasa, karena kita
berada di bawah debu.
TINDAKAN DAN KATA-KATA
Aku memberi orang-orang
apa yang mereka inginkan.
Aku membawakan sajak karena mereka
menyukainya sebagai hiburan.
Di negaraku, orang tidak menyukai puisi.
Sudah lama aku mencari orang yang
menginginkan tindakan, tetapi
mereka semua ingin kata-kata.
Aku siap menunjukkan tindakan pada kalian;
tetapi tidak seorang pun akan menyikapinya.
Maka aku hadirkan padamu — kata-kata.
Ketidakpedulian yang bodoh
akhirnya membahayakan,
Bagaimanapun hatinya satu denganmu.
KERJA
Kerja bukan seperti yang dipikirkan orang.
Bukan sekadar sesuatu yang
jika sedang berlangsung, kau
dapat melihatnya dari luar.
Seberapa lama kita, di Bumi-dunia,
seperti anak-anak
Memenuhi lintasan kita dengan debu dan batu
dan serpihan-serpihan?
Mari kita tinggalkan dunia
dan terbang ke surga,
Mari kita tinggalkan kekanak-kanakan
dan menuju ke kelompok Manusia.
RUMAH
Jika sepuluh orang ingin
memasuki sebuah rumah, dan hanya sembilan yang menemukan jalan masuk, yang
kesepuluh mestinya tidak mengatakan, “Ini sudah takdir Tuhan.”
Ia seharusnya mencari
tahu apa kekurangannya.
BURUNG HANTU
Hanya burung bersuara merdu yang dikurung.
Burung hantu tidak dimasukkan sangkar
UPAYA
Ikat dua burung bersama.
Mereka tidak akan dapat terbang,
kendati mereka tahu memiliki empat sayap.
PENCARIAN
Carilah mutiara, saudaraku, di dalam
tempurung;
Dan carilah keahlian diantara manusia di
dunia.
TUGAS INI
Kau mempunyai tugas untuk
dijalankan. Lakukan yang lainnya, lakukan sejumlah kegiatan, isilah waktumu
secara penuh, dan jika kau tidak menjalankan tugas ini, seluruh waktumu akan
sia-sia.
KOMUNITAS CINTA
Komunitas Cinta tersembunyi diantara orang
banyak;
Seperti orang baik dikelilingi orang jahat.
SEBUAH BUKU
Tujuan sebuah buku
mungkin sebagai petunjuk. Namun kau dapat juga menggunakannya sebagai bantal;
Kendati sasarannya adalah memberi pengetahuan, petunjuk, keuntungan.
TULISAN DI BATU NISAN JALALUDDIN AR-RUMI
Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di
bumi, tetapi carilah di hati manusia.